Hah… mau teriak
saja rasanya melihat nilai – nilai terpampang karena ternyata tidak sesuai
dengan yang selama ini saya lakukan. Begitu banyak pertanyaan dan kebingungan
di hati saya. Entah mengapa ada penilaian di setiap sekolah – sekolah atau
bahkan diperguruan tinggi. Beberapa orang menganggap nilai raport atau nilai
KHS itu adalah segalanya, padahal itu Cuma finisnya saja.
Saya lebih tidak
paham ketika saya membaca lembaran nilai teman-teman sekelas dan menemukan
sebuah nama bertengger pada posisi yang cukup atas. Oke, memang secara
akumulatif, nilainya tinggi dan baik, tapi, apakah secara tingkah laku dia
pantas mendapat nilai setinggi itu? Menurut saya, TIDAK juga.
Kadang saya tak paham dengan sistem
penilaian dari guru. Apa yang selama ini dinilai oleh guru? Apakah guru juga
harus menilai sesuatu yang disebut proses? Dan menurut saya atas kejadian
diatas, guru hanya menilai hasilnya saja. Guru tidak menilai bagaimana dia
mengerjakan soal ulangan: menyontek atau tidak, bekerja sama dengan teman lain
atau tidak, membuka modul atau tidak, mendapat jawaban dari teman lain melalui
server atau tidak, dan yang penting: berbuat jujur atau tidak. Guru jarang
menilai dengan sungguh-sungguh tentang seberapa rajin dia masuk kelas,
memperhatikan atau tidak, dan sebagainya.
Miris rasanya
bila mengingat hal itu. Bila tindakan tidak terpuji di sekolah masih tidak
dihiraukan oleh guru, lalu apa peran sekolah sebagai tempat belajar? Apa
belajar itu hanya ilmunya saja tanpa menghiraukan pembentukan karakter:
kejujuran, pengembangan diri, dorongan semangat, dan sebagainya. Sebut saja
Ihsan, murid kelas 3 yang ternyata sudah 1 tahun tinggal kelas. Tiba – tiba sekolah
memanggil orang tuanya, tahu kenapa? Hanya karena sianak tidak pintar. Dia tidak
bisa menulis dan membaca dengan benar. Sang guru hanya selalu menghukum dan
memarahinya ketika jam pelajaran dimulai . tidak jarang dia dikeluarkan dari
kelas hanya karena itu. Hingga orang tuanya kehabisan akal dan memasukkannya ke
sekolah asrama. Pada awal masuk kondisinya semakin memperihatinkan, setiap
pelajaran atau guru yang masuk mengajar dikelasnya selalu menghukumnya. Setiap pelajaran
selalu dihabiskan diluar kelas. Hingga akhirnya ada seorang guru kesenian yang
membantunya menghidupkan semangatnya. Ternyata Ihsan mengalami gangguan membaca
dan menulis atau lebih dikenal dengan Disleksia dan Disgrafia. Gangguan semacam
ini bukan disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi otak akan tetapi karena
si anak tersebut terkadang suka mengalami frustasi dan terkadang mereka sulit
untuk menyelesaikan tugas – tugas sekolah mereka.
Saya pun pernah
mengalami apa yang dialami oleh Ihsan. Waktu itu saya masih kelas 1 SD. Selama saya
sekolah, saya tidak pernah mendapatkan nilai yang bagus walaupun hanya menulis.
Guru saya tidak pernah memberikan saya nilai di atas 50. Hingga suatu hari,
saya mengerjakan Soal Matematika dan itu ternyata benar semua. Akhirnya saya
bisa dapat nilai 100 tapi ternyata kesenangan saya dianggap biasa saja oleh
guru saya. Beliau tidak mengatakan apapun sebagai motivasi bagi saya. Hingga pada
saat kenaikan kelas pun nilai – nilai diraport saya tidak begitu bagus alias
saya tidak naik kelas. Sampai saat ini saya masih bertanya kenapa saya tidak
naik kelas??? Apa karena saya bodoh?? Atau karena sang guru malu punya murid
seperti saya??? Atau karena saya tidak punya uang untuk bayar mungkin?? Umur saya
baru 6 tahu saat saya dikembalikan dikelas 1 lagi, saya hanya bisa menangis
karena semua teman – teman saya di kelas 1 dulu mengejek saya. sebenarnya saya yang tidak pintar atau guru saya yang tidak bisa mengajari saya. bukankah setiap anak pintar dan cerdas?
Hingga ketika
saya kembali dikelas 1 saya menemukan figure guru sebenarnya. Beliau berbeda
dengan guru – guru yang ada. Hingga selama dua tahun berturut – turut saya
selalu mendapat pujian dari sekolah karena nilai ulangan semester saya selalu
diatas 90. Saya tidak begitu ingat bagaimana beliau mengajar. Yang saya ingat
beliau tidak pernah selalu terpaku dengan apa yang diajarkan. Beliau selalu
membuat kami tidak tegang, rasanya santai saja, walaupun itu pelajaran yang
susah. Hingga hanya 5 bulan saya berada dikelas 1 saya sudah bisa membaca,
sesuatu yang sangat susah saat itu. Anak- anak pada waktu itu paling lambat
bisa membaca pada kelas 3. Tentu saja semua guru kaget sekaligus bangga. Tapi pada
saat di kelas 3 dan seterusnya keadaan kembali seperti dulu. Di kelas 4 saya
bertemu dengan guru yang tidak begitu menyenangkan. Setiap hari saya selalu
dihukum, berdiri dengan 1 kaki karena lupa membawa buku PR. Bahkan guru saya
dengan telaknya mengatakan saya bodoh. Saya tidak paham atas dasar apa seorang
murid dikatakan bodoh. Saya pun tidak mengerti mengapa teman – teman saya yang kaya
walaupun tidak juga pintar (aktif) mendapatkan perhatian yang lebih dari pada
kami yang biasa – biasa saja juga tidak kaya. Apa guru juga melihat muridnya
dari status sosialnya dimasyarakat. Sehingga mereka yang setiap ada soal – soal
ataupun waktu ujian semesternya tidak jujur mendapat nilai raport yang baik.
Saya
juga tidak paham dengan nilai. Atas dasar apa seseorang menilai sesuatu?
Bukankah nilai itu sifatnya sangat subjektif? Apasih nilai itu sesungguhnya? Di
rapor saya berderet nilai dalam aneka rupa angka tapi saya tidak percaya pada
nilai-nilai itu. Karena nilai ditulis oleh guru yang menurut saya, menilai pada
hasilnya saja. Apakah nilai yang baik berarti murid itu pandai? Tidak juga.
Apakah nilai itu didapat dengan kejujuran atau tidak, guru, orang tua murid,
atau wali murid juga tak akan tahu. Memangnya sekolah untuk dapat nilai ya??? Bukan
untuk Pintar atau membangun karakter yang baik?? Dan apakah ujian itu harus
dilaksanakan? Untuk apa?? Sebenarnya apa sih tujuanya Negara membangun
sekolah?? Untuk Pintar biar gak ditipu orang atau pintar biar bisa nipu
orang???
Saya diajarkan
tentang kejujuran di rumah, saya diajarkan tentang integritas di rumah, saya
diajarkan tentang harga diri di rumah, saya diajarkan tentang berkembang secara
mental dan spiritual di rumah. Lalu….Bila di sekolah hal itu diabaikan,
bagaimana kerja sama lingkungan keluarga dan sekolah dalam mendidik murid bila
apa yang diajarkan saling tidak sesuai? Saya jadi tidak paham bagaimana peran
sekolah dan bagaimana hubungan sekolah dan keluarga dalam mendidik anak bangsa.
rasanya Jengkel sekali ketika saya melihat ada pengumuman beasiswa prestasi (lagi-lagi nilai) yang diajukan adalah nilai rapor yang tinggi. Jika yang masuk adalah yang nilainya bagus tapi tingkat kejujuran rendah, generasi seperti apa yang dilahirkan dari nilai-nilai tersebut?
mmm…. Gimana yah…
Jangan marah bila kita menonton di televisi tentang kasus-kasus korupsi, mulai
dari Nazaruddin, Nunung Nurhayati, dan lainnya kalau dalam proses belajar kita,
kita masih berbuat curang. Bila kita marah pada mereka, marahlah pada diri
sendiri dulu bila masih berbuat curang. Benahi dirimu sendiri hingga menjadi
lebih pantas daripada mereka yang menggerogoti uang rakyat dan merugikan
rakyat. Sebab kadang perbuatan tidak jujur dan curang yang kita lakukan itu
juga merugikan banyak orang.
Dan tahu tidak
mengapa ada orang – orang seperti mereka??? Karena pada waktu melakukan
kecurangan kecil selalu saja dianggap biasa, selalu saja lumrah tapi lama –
lama kita berani melakukan kecurangan yang sedikit besar hingga kecurangan yang
sangat besar hingga ketika kita melakukan kecurangan yang besar hal itu sudah
menjadi lumrah… telah bertahun – tahun lamanya, saya hanya bisa menerima
keadaan seperti ini yang mungkin semua juga salah saya. Tapi lama – lama saya
merasa tidak adil sa
Seorang dosen di
Kampus saya mengatakan “Kuliah itu tidak perlu pintar, tidak perlu juga dapat
nilai bagus – bagus, yang penting tahu, paham dengan pelajarannya”
Yang pasti saya
masih berpendapat bahwa Ringking, IP atau apalah namanya bukan segalanya.
Tulisan ini saya
persembahkan untuk teman – teman yang bernasip sama, guru – guru saya yang
begitu besar pengaruhnya bagi hidup saya, juga keluarga saya yang ikut andil
dalam pendidikan saya,,,
Gambar diambil dari Google.com
Tampilannya sudah bagus nih dek, coba ditambahkan widget 'share-it- seperti di blog mbak, jadi bisa langsung 'share' sesuai judul. Nilai memang bukan segalanya, tetapi nilai itu tetap penting untuk mengetahui seberapa besar kesuksesas proses belajar-mengajar. Oke tetap semangat!, terus menulis ya...!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYah, namanya tes kan untuk melihat seberapa besar keberhasilan proses belajar mengajar. Hasil tes kalau bagus ya tidak bisa di-anulir meskipun perilaku seseorang yang mendapat nilai bagus itu minus. Kalo saya sih setujunya sama tindakan guru di film "Closed Notes" yang memberi medali sesuai kelebihan muridnya. Ada yang rajin bersih2 kelas, ada yang pantang menyerah. Pokoknya berusaha meg-optimalkan kelebihan muridnya.
BalasHapus